Dengan daya juang tinggi untuk bangun pagi, akhirnya kami bisa menikmati serunya Car Free Day Solo. Sayangnya ada yang menggelitik di area car free day solo yang berada di jalan Slamet Riyadi. Dimana ketika di jalan protokol Slamet Riyadi terbebas dari mobil dan motor, namun justru tampak beberapa kendaraan baik mobil ataupun motor berseliweran di trotoar yang memang begitu luas dan menurut saya lebih mirip dengan bahu jalan.
Meski demikian tak mengganggu acara kami berburu nasi liwet salah satu makanan khas kota Solo. Tanpa pikir panjang setelah mempertimbangkan beberapa lokasi penjual nasi liwet kami memutuskan berhenti di salah satu ibu penjual nasi liwet.
![]() |
Ibu Penjual Nasi Liwet |
![]() |
Makan Nasi Liwet Rame-Rame di Car Free Day |
Menu Lauk Nasi Liwet
Yang Berbeda
Sesuai Selera Masing-Masing
Setelah puas berenang, kami segera melakukan check out dan melanjutkan perburuan kami wisata kuliner di Kota Solo. Jika sebelumnya di hari ke-1 kami sudah mencoba gudeg solo, kemudian nasi liwet di pagi hari ke-2 di kota Solo, maka kali ini kami mencoba wisata kuliner sedikit ekstrim Tengkleng Mbak Diah. Kami sebut sedikit ekstrim karena hampir semua masakannya terbuat dari daging kambing. Ini tentu sedikit ekstrim bagi kita-kita (saya saja kali) yang galau memiliki kolesterol sedikit diatas normal (sedikit doang kok, tapi cukup bikin was-was). Ada beberapa menu lainnya selain tengkleng yang bisa kita coba disana, seperti tongseng, sate, nasi goreng dll, namun semuanya mengandung daging kambing ya.
![]() |
Tengkleng Mbak Diah |
![]() |
Tengkleng |
![]() |
Tongseng |
Setelah puas mencicipi Tengkleng dan Tongseng Mbak Diah, maka kami memutuskan mampir sekejap di Dalem Kalitan.
Konon kata saudara kami Dalem Kalitan ini oleh warga sekitar sering disebut sebagai keraton ke-3 Kota Solo. Alasannya Dalem Kalitan ini sebenarnya merupakan rumah kediaman ibu Tien Soeharto yang merupakan wanita nomer 1 pada jaman kepresidenan Presiden Soeharto. Menurut cerita saudara kami, dulu warga sekitar akan merasa bangga sekali saat mendapat undangan dari Dalem Kalitan ini.
Puas melihat seluk beluk Dalem Kalitan, sebelum kami memutuskan menuju Stasiun Solo Balapan, kami menyempatkan menuju Stasiun Solo-Kota, dimana stasiun ini merupakan salah satu stasiun tertua di kota Solo. Sehingga bisa dibilang termasuk salah satu cagar budaya yang harus dijaga. Di Stasiun kota ini kita bisa melihat salah satu alat pengatur sinyal kereta api model kuno yang dulu sering digunakan. Sayangnya makin berkembangnya jaman, maka alat tersebut sekarang sudah dipensiunkan dan diletakkan di pinggir.
![]() |
Stasiun Solo Kota |
![]() |
Alat Pengatur Sinyal Kereta Api Model Lama |
Setelah berfoto-foto sejenak kami segera buru-buru menuju Stasiun Solo Balapan untuk mengejar jadwal kereta argo willis kami. Begitu juga dengan Om Viky yang sejak awal mengikuti petualangan Jogja-Solo kami harus kembali ke Jogja menggunakan kereta Pramex.
Sebelum tiba di stasiun solo balapan, kami menyempatkan mengitari bagian luar benteng Vastenburg.
Setelah cukup puas mengitari bagian luar benteng Vastenburg kami segera menuju stasiun Solo Balapan.
Menariknya di area parkir Stasiun Balapan ini kami bertemu dengan sebuah motor roda tiga yang tertutup. Sekilas jika dilihat motor ini seperti blasteran antara mobil dan motor. Body mobil namun lebih ramping menyerupai motor.
![]() |
Motor Unik Yang Lagi Kekinian Nge-Trend di FB Ternyata Ketemu di Stasiun Solo Balapan |
Oh iya karena kami hampir kehabisan tiket, sehingga saat itu kami mendapat 3 tiket dengan gerbong yang berbeda. Atas kebaikan salah seorang penumpang kami diijinkan bertukar kursi, sedangkan satu kursi lagi sengaja kami biarkan kosong. Yah daripada ribet cari tukeran lagi, toh tak masalah sementara memangku kakak adik bergantian dengan suami hanya selama kurang lebih 4 jam.
Alhamdulillah perjalanan Jogja-Solo-Surabaya Lancar. Begitu juga perjalanan Om Viky kembali ke Jogja.
Berkali-kali ke Solo malah belum pernah ke Ndalem Kalitan. Baru kali ini denger namanya. Ga mampir Triwindu mbak?
BalasHapus